INSTALASI
KARANTINA S-K.I.T
SURABAYA,
INDONESIA
23.00 WIB
Warna putih tembok dan langit-langit mendominasi pengelihatan remaja
berkulit kuning langsat yang terbaring di ranjang dorong itu. Dia sudah tidak
memiliki tenaga lagi untuk mengingat di mana dirinya berada. Tubuhnya terlalu
letih meskipun hanya untuk mengangkat jari kelingkingnya. Ingatan terakhir yang
dapat ia jangkau adalah kejadian sepuluh menit lalu, saat seorang perempuan
muda menyuntikkan sesuatu ke kulit lengannya. Dan, sepuluh menit kemudian
tubuhnya sudah tidak sadarkan diri di atas ranjang dorong yang ia tumpangi.
Sayup-sayup ia mendengar suara roda ranjang dorong yang membawa
tubuhnya, teriakan-teriakan manusia dari ruang-ruang yang dilaluinya dan
percakapan dua orang petugas yang mendorong ranjang. Namun ia sendiri ragu,
apakah semua itu nyata atau hanya halusinasi saja. Sebab empat menit sebelumnya
ia mendengar suara perempuan yang berteriak memanggil namanya padahal tidak ada
siapapun di lorong itu kecuali dirinya dan dua orang petugas.
Syaraf penciumannya menerima rangsangan yang menyengat, aroma obat yang
tidak lazim. Membuat paru-paru terasa berat dan sesak. Remaja laki-laki itu
sebenarnya tidak asing dengan aroma obat itu, hanya saja dia tidak menduga jika
pada akhirnya obat yang biasa diujicobakannya pada subjek percobaan itu harus
ia rasakan sendiri. Senjata makan tuan.
“BRAS – UV6”
Dia mendengar salah satu petugas pendorong ranjang meneriakkan sebuah
kode saat tiba di ujung lorong. Dan, ranjang dorong yang membawa tubuh remaja
laki-laki kuning langsat itu mulai melambat sebelum akhirnya berhenti tepat di
depan pintu. Suasana hening sejenak. Dan, saat pintu dibuka suasana berubah
menjadi riuh karena deru mesin helikopter yang menunggu di luar gedung.
“Cepat… Ayo!” teriak
petugas helikopter.
Kondisi yang tadinya
terang berubah gelap. Satu dua bintang terlihat di langit malam. Debu yang
beterbangan membuat ruang napas remaja bekulit kuning langsat semakin penuh
hingga membuatnya terbatuk keras; mengagetkan pria berseragam hitam yang
menggiringnya.
Pria berseragam hitam
itu dengan sigap melepaskan sabuk pengikat yang melilit tubuh si remaja
berkulit kuning langsat. Membuat dia bisa bernapas lebih lega dari sebelumnya.
Pria berseragama hitam yang lain membuka pintu belakang helikopter. Lima tubuh tak
berdaya sudah tergeletak di dalamnya. Empat di antaranya sudah tidak bernafas
dan kulit mereka tampak biru, sementara satu yang lain hanya mengeliat kesakitan
dan mengerang. Dengan tergesa-gesa kedua pria berseragam hitam itu menghampiri
tubuh remaja berkulit kuning langsat yang malang tersebut. Mereka mengangkat
tubuhnya yang kurus sekenannya, lalu melemparkannya tanpa perasaan ke ruang
belakang helikopter.
Remaja laki-laki
berkulit kuning langsat itu jatuh tepat di atas seorang laki-laki yang sudah
tidak bergerak. Tubuhnya sedingin es padahal cuaca di luar sangat panas. Ia
mengeliat tepat saat petugas helikopter menutup pintu belakang heli dengan
kasar.
Perlahan baling-baling mulai berputar dan helikopter terbang meninggalkan tempatnya. Remaja berkulit kuning langsat merasakan
perutnya mulai menunjukkan keanehan, perutnya serasa diaduk. Ia tidak bisa
memastikan apakah hal tersebut disebabkan tubuhnya tengah melawan gravitas bumi
atau justru efek obat dan zat kimia yang disuntikkan ke tubuhnya. Yang pasti, ia merasa sakit yang luar biasa. Ia menggeliat kembali. Dadanya terasa sesak dan sakit yang semakin lama menjalar
hingga ke leher dan punggung. Napasnya mulai tersengal. Ia terbatuk-batuk
dengan liur yang keluar dari mulutnya. Liur yang bercampur darah. Kulitnya
mendingin perlahan dan pandangannya mulai kabur.
Dia sudah pasrah,
sebab rasa dingin itu kian menyelimuti tubuhnya. Menjalar ke tubuh bagian atas.
Dan, beberapa detik kemudian suasana menjadi gelap gulita.
No comments:
Post a Comment