Hans Rumansara berangsur-angsur membuka mata.
Ia tidak menyangka akan bangun lebih cepat daripada yang ia perkirakan.
Tubuhnya masih capai dan enggan untuk diajak beraktivitas terlalu dini.
Terlebih jika mengingat mimpi yang baru saja ia alami.
Sebenarnya ia tidak ingin memikirkan mimpi yang menganggunya itu. Pun
demikian mimpi itu melintas begitu saja tanpa permisi di benak Hans. Semuanya
terasa sangat nyata dan tidak asing, sebuah ruangan serba putih penuh
selang-selang berisi cairan. Teriakan-teriakan yang menahan rasa sakit serta
kereta dorong yang membawa manusia. Orang-orang berpakaian putih dengan mengenakan masker hijau sedang
menjentik-jentikkan jarum suntik. Hans melihat dirinya tergeletak di atas
ranjang dorong. Orang-orang itu bersiap menyuntikkan jarum suntik ke lengannya.
Jarum suntik itu memantulkan kilau lembut cahaya.
Kemudian mimpi itu berubah, Hans berada dalam sebuah helikopter bersama
enam orang. Tubuhnya sudah lemas tergeletak di sudut ruang helikopter. Napasnya
terasa berat. Orang-orang lain di sekitarnya sepertinya mengalami hal yang
serupa dengan dirinya. Namun sepertinya mereka tidak bergerak sama sekali. Kemudian
suasana mendadak terang dan orang-orang berseragam hitam melemparkan dirinya
dari atas helikopter yang mendarat di atas pasir. Matanya silau dengan cahaya
yang tiba-tiba. Cahaya tiba-tiba itulah hal terakhir yang Hans lihat sebelum
terbangun oleh suara kambing Christof yang mengembik dari luar.
Ia menarik napas panjang dan membuangnya perlahan dari mulut. Hans
bangkit dari posisi terlentang untuk duduk di tepian ranjang kayu pohon
kelapanya; mengamati ruangan disekilingnya. Ia masih berada di tempat yang
sama, honai berjari-jari tiga meter miliknya itu terbuat dari kayu Rhizopora – sejenis mangrove – yang
dipotong dengan kasar, beratap daun kelapa kering dan di tengah ruangan berdiri
tiang kayu sebagai penyangga yang juga dari batang pohon kelapa.
Gerabah dari tanah liat, logam dan kayu memenuhi ruang di sekeliling
honai. Berserakan. Dinding kayu dipenuhi dengan senjata-senjata yang nampaknya
beberapa dibuat sendiri dengan bahan-bahan seadanya. Busur dan anak panah,
kapak, belati, tombak, G2 Combat tua berwarna hitam yang gagangnya mengelupas,
Shotgun Profesional Magnum dengan laras yang lebih pendek karena patah dan
P2-V4 yang mungkin harus sudah dimuseumkan.
Hans mendengus keras. Mencoba mengumpulkan semangat dan kesegarannya.
Dia mengelus otot bisep kanannya dan mengamati lekat-lekat rangkaian huruf angka
yang terpatri di kulitnya. Lima tahun dia berada di tempat pembuangan dan
deretan huruf angka itu sudah ia hapal di luar kepala. Khusus pagi ini ia tidak
ingin diganggu oleh deretan huruf angka yang selalu membuat dirinya muak itu.
Andai ia dapat menghilangkan tanda itu sejak dulu maka ia akan memilih
menghilangkannya daripada harus memeliharanya di kulit, terutama ingatannya.
Dia masih ingat saat pertama kali dibuang bersama teman-temannya. Dalam
kondisi yang tidak berdaya dan rasa sakit akibat suntikan zat kimia yang
bercampur dalam getah bening mereka saat percobaan, semua masih terasa di
sekujur tubuh. Dengan sisa tenaga yang mereka miliki akhirnya sampailah mereka di
jantung Pulau Bras yang saat ini mereka tinggali. Membangun rumah dan merangkai
kehidupan baru.
Hans bangkit dari ranjang setelah merasa bahwa seluruh nyawanya telah
kembali. Merapikan diri dan menyiapkan perlengkapan yang perlu dia bawa untuk
melakukan hal yang menjadi alasan mengapa dia bangun lebih awal hari ini. Bunyi
kriek keluar dari pintu honai yang
dibukanya. Seketika udara pagi bercampur aroma hujan sisa semalam menyeruak ke
dalam honai dan ruang napas Hans. Segar.
Honai lainnya masih tertutup. Mungkin
aku bangun terlalu pagi, pikir Hans dalam hati. Tapi,
setelah sepuluh langkah sebuah suara datang dari arah kandang ternak. “Terlalu
cepat bangun, Hans?” Christof, laki-laki berambut kriwil itu mengejek.
“Kukira kau masih
memimpikan Mapos-Mapos di pulau sebelah, Chris,” ledek Hans.
“Mungkin kau harus menemaniku saat hal itu
terjadi,” Christof membalas Hans sambil menyeringai.
Hans hanya tersenyum
mendengar ejekan Christof. Senyum mengejek dan sinis. Dia berjalan cepat menuju
jeep yang berada di dekat gerbang masuk kamp. Jeep tua itu dia temukan bersama Brahma di pulau
selatan – yang baru-baru ini mereka ketahui bahwa pulau itu bernama Panjang.
Jeep itu sangat berbeda. Rodanya jauh lebih besar daripada jeep pada umumnya.
Lebih mirip roda truk pengangkut pasir di area pertambangan. Karena itulah
badan jeep nampak seperti kotak kecil yang terjepit di antara empat buah roda
berukuran besar. Badan jeep ditinggikan sehingga ada cukup ruang untuk menumpuk
tiga orang di bawahnya. Bagian belakang dipasang keranjang besar yang terbuat
dari kayu bakau.
Beberapa kali Hans memutar kunci jeep, tapi baru usaha yang kelimalah
jeep itu mau menyala. Deru suaranya memekakan telinga. Hans sengaja menginjak
gas mobil tua itu keras-keras untuk membangunkan teman-temannya yang masih
meringkuk di dalam honai. Sebelum akhirnya tancap gas menuju pantai yang
berjarak lima belas menit dari jantung pulau.
Christof melihat jeep itu pergi hingga akhirnya jeep ditelan oleh semak
belukar dan tidak terdengar lagi suara deru mesinnya.
“Sedang gila dia?” tanya Brahma yang tiba-tiba muncul dengan membawa
tombak di tangan dan tas lusuh yang terselempang di pundaknya.
“Nggak tahu, mungkin sedang PMS,” jawab Christof asal.
---------------
Matahari harusnya sudah
tinggi sepenggalah, tapi awan mendung menutupi hampir seluruh horizon di atas
Samudera Pasifik. Hanya berkas-berkas tipis cahaya kuning kemerahan yang
menyeruak dari balik awan. Angin laut yang berhembus menuju daratan
mengoyangkan daun-daun kelapa yang berjajar di pinggir pantai, sedangkan
daun-daun Rhizopora yang lebih kokoh
tidak bergeming sama sekali. Debu
pasir dan rumput-rumput kering juga tak luput dari aliran udara itu; berlarian
seperti serangga hutan.
Entah mengapa hari ini suasana suram dan memaksa Hans untuk mengingat
apa yang terjadi dengan dirinya lima tahun lalu. Mimpi yang nyata dan suasana
mendung yang kelam. Ah! Aku terlalu
melankolis, rutuk Hans dalam hati.
Tapi Hans memang tidak bisa memungkirinya. Perlahan-lahan ingatan-ingatan
kecilnya menyeruak. Seperti cacing yang kena hujan berhari-hari. Muncul dengan
menjijikkan dari dalam tanah. Awalnya yang muncul hanyalah hal kecil. Bagaimana
ia menjalani masa yang indah bersama teman-teman sekolahnya. Menikmati serunya
bermain di padang yang luas dan beradu panjat pohon dengan teman-temannya.
Lalu memori lain muncul, saat ia sedang belajar sistem pencernaan
manusia di kelas lima. Tiba-tiba segerombolan manusia berseragam hitam masuk
kelas. Membawa dirinya dan beberapa orang temannya. Sampai sekarang ia tidak
tahu bagaimana nasib teman-temannya itu. Mungkin bernasib sama dengan dirinya.
Diasingkan sebagai objek gagal
percobaan. Atau justru lebih parah, mati misalnya. Kemudian ingatannya
berpindah lagi. Ia berada di dalam ruang yang bersih. Nampak seperti kelas dan
kemudian beberapa anak masuk. Itu awal dimana dia mengenal teman-temannya di
tempat pembuangan saat ini. Ia sedikit ketakutan dan saat ada anak perempuan
yang menepuk punggungnya memorinya secara acak melompat pada ingatan lain.
Kali ini ia teringat saat S-K.I.T memanggil dan memintanya bekerja di
Instalasi S-K.I.T. Itu saat ia berusia 12 tahun. Hans menyeringai ingat hal
itu. Anak kecil bekerja pada institusi bawah tanah milik pemerintah. Itu lebih
dari sekedar konyol. Lalu tiba-tiba saja ingatannya berhenti pada saat dirinya
dilempar secara kasar ke dalam ruang belakang helikopter yang. Ia berharap mati
saja saat itu. Disanalah ingatan Hans kemudian berhenti. Benar-benar behenti
dan hanya tertuju pada warna abu-abu di angkasa.
Hans memandang ke
langit. Cuaca sialan, batinnya dalam
hati. Setelah itu ia
berhenti untuk kembali pada masa lalunya. Ia memutar audio jeep yang suaranya
sudah tidak jernih lagi. Mulutnya bergumam mendengangkan lagu yang sama. Tidak
begitu jelas juga. Tapi Hans merasa lebih senang dan lega. Lega bisa lepas dari
ingatan masa lalunya yang secara ajaib muncul kembali pagi ini.
Ban jeep yang berat
meninggalkan jejak yang dalam di pasir. Sesekali laju jeep tertahan karena
terjerembab terlalu dalam dan pasir terburai ke udara saat ban keluar dari
kubangan dengan susah payah. Semakin dekat dengan laut, indera penciuman Hans semakin peka
dengan aroma Thalassia hemprichii –
ganggang laut berdaun hijau panjang dengan batang merambat – yang basah dan
bercampur dengan aroma garam dari samudera.
Diujung perjalanan, di
bibir pantai yang tidak basah oleh air laut, bertumpuk kotak-kotak kayu dan
karung-karung goni dengan warna yang berbeda-beda. Dia menghentikan jeepnya
tepat di sebelah tumpukan kotak kayu dan karung goni tersebut. Tulisan S-K.I.T
menghiasi setiap kotak kayu dan karung goni di depannya.
Hans tersenyum getir.
Logistik dalam kotak kayu dan karung goni itu seperti penghinaan. Bagaimana
mungkin ia menjalani hidup penuh kontradiksi semacam ini. Menjadi bahan
percobaan S-K.I.T yang gagal kemudian dibuang. Sialnya sampai saat ini ia masih
harus dihidupi oleh orang yang membuang dirinya. Mengapa mereka tidak membiarkan dirinya beserta
teman-temannya mati saja. Hans dan teman-temannya bisa saja membiarkan logistik
itu membusuk. Tetapi masih berlakukah ego semacam itu saat insting
menuntut untuk bertahan hidup?
Dia turun tanpa membuka
pintu jeep melainkan melompatinya. Mengambil satu-satu karung goni dan kotak
kayu yang beratnya bisa jadi setengah hingga dua kali lipat dari berat dirinya.
Hingga saat dia mengangkat kotak kayu terakhir dan meletakkannya di belakang
jeep, sesosok tubuh remaja berkulit kuning langsat jatuh di kaki Hans tanpa
daya.
The new online slots and slot machines available at MGM
ReplyDeleteSlot machines are not just slot machines. 제주도 출장안마 They're casino 양주 출장안마 slot machines 남원 출장안마 and table games 과천 출장안마 like blackjack, roulette, craps, and blackjack. As 안산 출장마사지