Tempat Kata-Kata Bermuara

[NOVEL - THE SURV ISLAND] CHAPTER 1

Hans Rumansara berangsur-angsur membuka mata.
Ia tidak menyangka akan bangun lebih cepat daripada yang ia perkirakan. Tubuhnya masih capai dan enggan untuk diajak beraktivitas terlalu dini. Terlebih jika mengingat mimpi yang baru saja ia alami.
Sebenarnya ia tidak ingin memikirkan mimpi yang menganggunya itu. Pun demikian mimpi itu melintas begitu saja tanpa permisi di benak Hans. Semuanya terasa sangat nyata dan tidak asing, sebuah ruangan serba putih penuh selang-selang berisi cairan. Teriakan-teriakan yang menahan rasa sakit serta kereta dorong yang membawa manusia. Orang-orang berpakaian putih dengan mengenakan masker hijau sedang menjentik-jentikkan jarum suntik. Hans melihat dirinya tergeletak di atas ranjang dorong. Orang-orang itu bersiap menyuntikkan jarum suntik ke lengannya. Jarum suntik itu memantulkan kilau lembut cahaya.
Kemudian mimpi itu berubah, Hans berada dalam sebuah helikopter bersama enam orang. Tubuhnya sudah lemas tergeletak di sudut ruang helikopter. Napasnya terasa berat. Orang-orang lain di sekitarnya sepertinya mengalami hal yang serupa dengan dirinya. Namun sepertinya mereka tidak bergerak sama sekali. Kemudian suasana mendadak terang dan orang-orang berseragam hitam melemparkan dirinya dari atas helikopter yang mendarat di atas pasir. Matanya silau dengan cahaya yang tiba-tiba. Cahaya tiba-tiba itulah hal terakhir yang Hans lihat sebelum terbangun oleh suara kambing Christof yang mengembik dari luar.
Ia menarik napas panjang dan membuangnya perlahan dari mulut. Hans bangkit dari posisi terlentang untuk duduk di tepian ranjang kayu pohon kelapanya; mengamati ruangan disekilingnya. Ia masih berada di tempat yang sama, honai berjari-jari tiga meter miliknya itu terbuat dari kayu Rhizopora – sejenis mangrove – yang dipotong dengan kasar, beratap daun kelapa kering dan di tengah ruangan berdiri tiang kayu sebagai penyangga yang juga dari batang pohon kelapa.
Gerabah dari tanah liat, logam dan kayu memenuhi ruang di sekeliling honai. Berserakan. Dinding kayu dipenuhi dengan senjata-senjata yang nampaknya beberapa dibuat sendiri dengan bahan-bahan seadanya. Busur dan anak panah, kapak, belati, tombak, G2 Combat tua berwarna hitam yang gagangnya mengelupas, Shotgun Profesional Magnum dengan laras yang lebih pendek karena patah dan P2-V4 yang mungkin harus sudah dimuseumkan.
Hans mendengus keras. Mencoba mengumpulkan semangat dan kesegarannya. Dia mengelus otot bisep kanannya dan mengamati lekat-lekat rangkaian huruf angka yang terpatri di kulitnya. Lima tahun dia berada di tempat pembuangan dan deretan huruf angka itu sudah ia hapal di luar kepala. Khusus pagi ini ia tidak ingin diganggu oleh deretan huruf angka yang selalu membuat dirinya muak itu. Andai ia dapat menghilangkan tanda itu sejak dulu maka ia akan memilih menghilangkannya daripada harus memeliharanya di kulit, terutama ingatannya.
Dia masih ingat saat pertama kali dibuang bersama teman-temannya. Dalam kondisi yang tidak berdaya dan rasa sakit akibat suntikan zat kimia yang bercampur dalam getah bening mereka saat percobaan, semua masih terasa di sekujur tubuh. Dengan sisa tenaga yang mereka miliki akhirnya sampailah mereka di jantung Pulau Bras yang saat ini mereka tinggali. Membangun rumah dan merangkai kehidupan baru.
Hans bangkit dari ranjang setelah merasa bahwa seluruh nyawanya telah kembali. Merapikan diri dan menyiapkan perlengkapan yang perlu dia bawa untuk melakukan hal yang menjadi alasan mengapa dia bangun lebih awal hari ini. Bunyi kriek keluar dari pintu honai yang dibukanya. Seketika udara pagi bercampur aroma hujan sisa semalam menyeruak ke dalam honai dan ruang napas  Hans. Segar.
Honai lainnya masih tertutup. Mungkin aku bangun terlalu pagi, pikir Hans dalam hati. Tapi, setelah sepuluh langkah sebuah suara datang dari arah kandang ternak. “Terlalu cepat bangun, Hans?” Christof, laki-laki berambut kriwil itu mengejek.
“Kukira kau masih memimpikan Mapos-Mapos di pulau sebelah, Chris,” ledek Hans.
 “Mungkin kau harus menemaniku saat hal itu terjadi,” Christof membalas Hans sambil menyeringai.
Hans hanya tersenyum mendengar ejekan Christof. Senyum mengejek dan sinis. Dia berjalan cepat menuju jeep yang berada di dekat gerbang masuk kamp. Jeep tua itu dia temukan bersama Brahma di pulau selatan – yang baru-baru ini mereka ketahui bahwa pulau itu bernama Panjang. Jeep itu sangat berbeda. Rodanya jauh lebih besar daripada jeep pada umumnya. Lebih mirip roda truk pengangkut pasir di area pertambangan. Karena itulah badan jeep nampak seperti kotak kecil yang terjepit di antara empat buah roda berukuran besar. Badan jeep ditinggikan sehingga ada cukup ruang untuk menumpuk tiga orang di bawahnya. Bagian belakang dipasang keranjang besar yang terbuat dari kayu bakau.
Beberapa kali Hans memutar kunci jeep, tapi baru usaha yang kelimalah jeep itu mau menyala. Deru suaranya memekakan telinga. Hans sengaja menginjak gas mobil tua itu keras-keras untuk membangunkan teman-temannya yang masih meringkuk di dalam honai. Sebelum akhirnya tancap gas menuju pantai yang berjarak lima belas menit dari jantung pulau.
Christof melihat jeep itu pergi hingga akhirnya jeep ditelan oleh semak belukar dan tidak terdengar lagi suara deru mesinnya.
“Sedang gila dia?” tanya Brahma yang tiba-tiba muncul dengan membawa tombak di tangan dan tas lusuh yang terselempang di pundaknya.
Nggak tahu, mungkin sedang PMS,” jawab Christof asal.
---------------
Matahari harusnya sudah tinggi sepenggalah, tapi awan mendung menutupi hampir seluruh horizon di atas Samudera Pasifik. Hanya berkas-berkas tipis cahaya kuning kemerahan yang menyeruak dari balik awan. Angin laut yang berhembus menuju daratan mengoyangkan daun-daun kelapa yang berjajar di pinggir pantai, sedangkan daun-daun Rhizopora yang lebih kokoh tidak bergeming sama sekali. Debu pasir dan rumput-rumput kering juga tak luput dari aliran udara itu; berlarian seperti serangga hutan.
Entah mengapa hari ini suasana suram dan memaksa Hans untuk mengingat apa yang terjadi dengan dirinya lima tahun lalu. Mimpi yang nyata dan suasana mendung yang kelam. Ah! Aku terlalu melankolis, rutuk Hans dalam  hati. Tapi Hans memang tidak bisa memungkirinya. Perlahan-lahan ingatan-ingatan kecilnya menyeruak. Seperti cacing yang kena hujan berhari-hari. Muncul dengan menjijikkan dari dalam tanah. Awalnya yang muncul hanyalah hal kecil. Bagaimana ia menjalani masa yang indah bersama teman-teman sekolahnya. Menikmati serunya bermain di padang yang luas dan beradu panjat pohon dengan teman-temannya.
Lalu memori lain muncul, saat ia sedang belajar sistem pencernaan manusia di kelas lima. Tiba-tiba segerombolan manusia berseragam hitam masuk kelas. Membawa dirinya dan beberapa orang temannya. Sampai sekarang ia tidak tahu bagaimana nasib teman-temannya itu. Mungkin bernasib sama dengan dirinya. Diasingkan sebagai objek gagal  percobaan. Atau justru lebih parah, mati misalnya. Kemudian ingatannya berpindah lagi. Ia berada di dalam ruang yang bersih. Nampak seperti kelas dan kemudian beberapa anak masuk. Itu awal dimana dia mengenal teman-temannya di tempat pembuangan saat ini. Ia sedikit ketakutan dan saat ada anak perempuan yang menepuk punggungnya memorinya secara acak melompat pada ingatan lain.
Kali ini ia teringat saat S-K.I.T memanggil dan memintanya bekerja di Instalasi S-K.I.T. Itu saat ia berusia 12 tahun. Hans menyeringai ingat hal itu. Anak kecil bekerja pada institusi bawah tanah milik pemerintah. Itu lebih dari sekedar konyol. Lalu tiba-tiba saja ingatannya berhenti pada saat dirinya dilempar secara kasar ke dalam ruang belakang helikopter yang. Ia berharap mati saja saat itu. Disanalah ingatan Hans kemudian berhenti. Benar-benar behenti dan hanya tertuju pada warna abu-abu di angkasa.
Hans memandang ke langit. Cuaca sialan, batinnya dalam hati. Setelah itu ia berhenti untuk kembali pada masa lalunya. Ia memutar audio jeep yang suaranya sudah tidak jernih lagi. Mulutnya bergumam mendengangkan lagu yang sama. Tidak begitu jelas juga. Tapi Hans merasa lebih senang dan lega. Lega bisa lepas dari ingatan masa lalunya yang secara ajaib muncul kembali pagi ini.
Ban jeep yang berat meninggalkan jejak yang dalam di pasir. Sesekali laju jeep tertahan karena terjerembab terlalu dalam dan pasir terburai ke udara saat ban keluar dari kubangan dengan susah payah. Semakin dekat dengan laut, indera penciuman Hans semakin peka dengan aroma Thalassia hemprichii – ganggang laut berdaun hijau panjang dengan batang merambat – yang basah dan bercampur dengan aroma garam dari samudera.
Diujung perjalanan, di bibir pantai yang tidak basah oleh air laut, bertumpuk kotak-kotak kayu dan karung-karung goni dengan warna yang berbeda-beda. Dia menghentikan jeepnya tepat di sebelah tumpukan kotak kayu dan karung goni tersebut. Tulisan S-K.I.T menghiasi setiap kotak kayu dan karung goni di depannya.
Hans tersenyum getir. Logistik dalam kotak kayu dan karung goni itu seperti penghinaan. Bagaimana mungkin ia menjalani hidup penuh kontradiksi semacam ini. Menjadi bahan percobaan S-K.I.T yang gagal kemudian dibuang. Sialnya sampai saat ini ia masih harus dihidupi oleh orang yang membuang dirinya. Mengapa mereka tidak membiarkan dirinya beserta teman-temannya mati saja. Hans dan teman-temannya bisa saja membiarkan logistik itu membusuk. Tetapi masih berlakukah ego semacam itu saat insting menuntut untuk bertahan hidup?
Dia turun tanpa membuka pintu jeep melainkan melompatinya. Mengambil satu-satu karung goni dan kotak kayu yang beratnya bisa jadi setengah hingga dua kali lipat dari berat dirinya. Hingga saat dia mengangkat kotak kayu terakhir dan meletakkannya di belakang jeep, sesosok tubuh remaja berkulit kuning langsat jatuh di kaki Hans tanpa daya.
Share:

1 comment:

  1. The new online slots and slot machines available at MGM
    Slot machines are not just slot machines. 제주도 출장안마 They're casino 양주 출장안마 slot machines 남원 출장안마 and table games 과천 출장안마 like blackjack, roulette, craps, and blackjack. As 안산 출장마사지

    ReplyDelete

Search This Blog